Frans Maramis
Pada mulanya kelompok-kelompok masyarakat di kawasan Kepulauan Nusantara ini hidup menurut adat dan hukum adat mereka masing-masing. Dari sudut pengelompokan sistem hukum, Rene David menyebutnya sebagai tipe di mana paham hukum sebagai pengatur hubungan-hubungan sosial, ditolak, dan hubungan sosial dikuasai oleh cara-cara luar hukum (extra-legal means) yang lain, di mana sasaran pokok adalah mempertahankan dan memulihkan keselarasan (harmony) lebih daripada penghargaan terhadap hukum. 1) Masuknya agama Budha dan Hindu mendorong lahirnya beberapa kerajaan yang dalam wilayahnya berlaku aturan-aturannya yang dipengaruhi oleh agama Budaha atau Hindu. Menyusul kemudian masuknya agama Islam yang juga mendorong lahirnya beberapa kerajaan (kesultanan) yang dalam wilayahnya berlaku aturan-aturan yang dipengaruhi agama Islam dan yang telah mendesak kerajaan-kerajaan sebelumnya. Agama Islam ini menyebar luas di kawasan Kepulauan Nusantara, dan hukum Islam telah mempengaruhi adat dan hukum adat dari berbagai masyarakat, walaupun besarnya pengaruh itu berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Dari sudut pengelompokan sistem hukum, Rene David menyebutnya sebagai tipe di mana hukum diakui secara penuh mempunyai nilai yang istimewa (eminent value), tetapi konsep mereka tentang hukum adalah bahwa terdapat hukum yang lebih tinggi daripada kebiasaan setempat maupun hukum dari penguasa. 2)
Ketika bangsa Belanda datang di kawasan kepulauan Nusantara – mulanya sebagai VOC dan kemudian pemerintah Hindia Belanda - mereka melihat adanya pluralisme hukum, di mana ada aneka ragam hukum adat dan adanya pengaruh dari hukum Islam yang luasnya berbeda-beda atas aneka ragam hukum adat itu, di samping adanya pengaruh hukum Hindu untuk wilayah tertentu. Bangsa Belanda datang dengan membawa hukumnya sendiri, di mana di masa Pemerintah Hindia Belanda, tipe hukum mereka merupakan tipe yang oleh Rene David dikelompokkan sebagai keluarga hukum Romawi-Germania (Romano-Germanic family), yang juga disebut Civil Law system (sebagai lawan dari Common Law system), atau yang lebih kita kenal sebagai sistem Kotinen Eropa. Tipe hukum ini mengutamakan peraturan tertetulis (undang-undang) dan adanya sistem kodifikasi hukum. Bangsa Belanda secara berangsur-angsur mengusai kawasan Kepulauan Nusantara dan hukum mereka berpengaruh besar, di samping pengakuan terhadap hukum adat dan hukum Islam. Hukum yang dibawa Pemerintah Hindia Belanda ini telah menambah pluralisme hukum di kawasan Kepulauan Nusantara.
Setelah Indonesia merdeka mulai dibuat undang-undang nasional. Dalam perkembangannya, undang-undang nasional ini harus juga memperhatikan kedudukan Indonesia sebagai salah satu negara dalam masyarakat internasional, sehingga telah memasukkan berbagai ketentuan sesuai dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai konvensi internsional, seperti WTO, dan sebagainya.
Dengan demikian, Sistem Hukum Indonesia terdiri atas empat subsistem 3), yaitu: 1. Undang-Undang Nasional, 2. Bagian-bagian tertentu dari hukum adat, 3. Bagian-bagian tertentu dari hukum Islam, dan 4. Bagian-bagian tertentu dari hukum peninggalan Hindia Belanda (yang biasanya disebut: hukum barat).
Untuk merekat masing-masing subsistem sebagai suatu Sistem Hukum Indonesia, ada beberapa asas yang dipegang, antara lain: 1. Di mana telah ada undang-undang nasional, maka undang-undang nasional itu yang berlaku, kecuali undang-undang nasional itu menunjuk pada suatu subsistem (misalnya dalam Pasal 37 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditunjuk bahwa bila perkawinan putusan karena perceraian, hara bersama diatur menurut hukumnya masing, yang dalam penjelasan diberi keterangan bahwa Yang dimaksud dengan "hukumnya" masing-masing; ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya); 2. KUHPerdata sebagai rechtsboek (buku hukum), yang sekalipun secara formal tidak berlaku bagi golongan lain tapi rumusan-rumusan pasal di dalamnya dapat digunakan oleh semua penduduk (SE Mahkamah Agung No.3/1963).
Di luar daripada peraturan-peraturan dalam Sistem Hukum Indonesia, yang tampaknya “tidak ada masalah”, dalam Sistem Hukum Indonesia terkandung berbagai falsafah dan filsafat hukum yang berbeda secara tajam. Bagaimana kita menghadapi hal ini?
Manado, 7 Desember 2008
(BERSAMBUNG)
Catatan:
1) Rene David dan J.E.C. Brierly, 1978. Major Legal Systems in the World Today. Stevens & Sons, 2nd edition, h. 26.
2) Ibid., h. 26, 27.
3) Pengertian subsistem di sini yakni sebagai bagian dari sistem hukum Indonesia, walaupun apa yang disebut sebagai subsistem ini sebenarnya masing-masing merupakan sistem yang lengkap, misalnya hukum Islam merupakan sistem yang mencakup keseluruhan bidang hukum, seperti hukum tata negara, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, dan sebagainya.
Sabtu, 06 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar